Minggu, 27 September 2009

DONGENG#1: KOMEDI TELUNJUK GOYANG:


Sahabat, masa kecil selalu indah. Bukan begitu? Kita hanya tahunya main, makan, modol, dan molor. Nggak peduli orangtua lagi perang panas dingin. Nggak urusan sama kantong ayah yang kerontang. Kita selalu saja punya keinginan. Nah, tulisan ini akan mengawali dongeng komedi anak. Semoga mendidik. Selamat membaca....

Ikhwan cilik, sekalian. Sebelum Ananda cerita banyak kesalahan Ananda saat shalat di masjid, Ananda pengen mengenalkan diri dulu. Nama lengkap Ananda adalah Muhammad Ananda Putra. Cukup panggil Ananda atau Nanda saja. Ananda baru saja kelas satu SD. Abi Ananda bernama Muhammad Ibnu Bahron. Selain tampan, Abi juga bekerja sebagai dosen di sekolah Islam. Ikhwan cilik, selain itu Abi juga suka membaca dan menulis. Abi pernah berkata saat Ananda juga asyik baca buku, “Ananda jangan cuma baca buku sekolah aja, ya. Nanda juga harus mau dan rajin membaca kitab Al-Qur’an sebagai pegangan hidup orang Islam.”
Nah, kalau Umi Ananda namanya Siti Alisya Farrah. Umi bekerja sebagai guru SD dekat rumah kami di Komplek Perumahan Griya Sembahyang Raya. Selain cantik dan suka baca, Umi juga hobi membuat kerajinan tangan berupa tas Al-Qur’an anak-anak. Hampir semua Al-Qur’an teman-teman di komplek ini memakai tas Al-Qur’an buatan Umi, lho. Selain bentuknya cantik, harganya juga murah. Kata Umi, “harga tasnya sengaja dimurahin. Hitung-hitung sodakoh, supaya anak-anak rajin membaca Al-Qur’an.”
Oh iya, terakhir. Ananda belum punya adik dan kakak. Udah ya, kenalannya. Ananda mau langsung cerita aja! Udah nggak sabar berbagi pengalaman tentang awal-awal Ananda shalat di masjid kepada ikhwan cilik sekalian di rumah. Setelah baca basmalah, Ananda mengucapkan selamat membaca. Semoga bermanfaat. Amin.

***

Ikhwan cilik sekalian, saat itu di Griya Sembahyang Raya, hari sudah menjelang maghrib. Semua teman-teman Ananda sudah kembali ke rumah masing-masing. Farhan, Ipul, Dika, dan Ahmad, disuruh mandi oleh Abi dan Umi mereka. Sebelum pulang, kami sepakat, kalau maghrib ini kami akan shalat berjamaah di masjid. Ananda pun langsung pulang dan bergegas mandi. Membersihkan badan setelah tadi sore kami main sepeda bersama di halaman komplek.
Dengan badan penuh keringat dan berdebu, Ananda mengayuh sepeda hingga ke rumah. Ananda penuh semangat menggoes pedal sepeda. Alhamdulillah, sampailah Ananda di rumah. Ananda lihat Umi sedang menyiram bunga-bunga di taman kecil di depan rumah. Sambil menyemproti kembang, senyum Umi pun selalu ikut mengembang.
“Assalamu ‘alaikum, Umi,” ucap Ananda.
“Wa ‘Alaikum salam, Ananda,” Umi menjawab.
Ananda menghampiri Umi dan langsung mencium tangannya. Umi pun balas memberi cium sayangnya di pipi Ananda. Belum sempat Ananda masuk hendak mandi, Umi memanggil.
“Ananda..” teriak Umi pelan. Sambil tersenyum, matanya melirik sepeda yang tergeletak di halaman. “Hayyo lupa ya kata-kata Umi?”
“Ups! Ananda lupa, Umi,” jawab Ananda sambil senyam-senyum.
Biasanya, Umi menyuruh Ananda merawat barang-barang Ananda supaya tetap bagus. Selain itu, Umi juga pernah berkata, “kalau sepedanya ditaruh sembarangan, bisa saja Ananda telah membuat orang yang tadinya sekedar ingin lewat rumah Ananda, malah menjadi pencuri.”
Ananda pun segera menyimpan sepeda di tempatnya, yakni di pojok garasi rumah. Di garasi itulah, sebentar lagi Abi menyimpan mobilnya.

***

Saat Ananda baru saja keluar dari kamar mandi, Ananda lihat Umi sudah menyambut kedatangan Abi dengan mesra. Mereka pasangan yang serasi! Ikhwan cilik, Ananda belum pernah mendengar mereka bertengkar, lho. Rumah kami penuh bahagia. Kalau Umi keburu pergi dan belum sempat masak buat Ananda, biasanya Abi sibuk masak di dapur. Begitu pula sebaliknya. Kalau musim hujan tiba sementara Abi belum pulang mengajar, maka Umi biasanya membetulkan genteng bocor dengan menaiki tangga.
Ananda sayaaaaang banget sama Abi dan Umi….
Ananda langsung menghampiri Abi. Berlari-lari kecil dengan handuk membelit. Ananda berteriak memanggil Abi. Eh, malah Umi yang langsung berlari mendekati Ananda.
Kata Umi, “Ananda.. Jangan lari-lari gitu, sayang. Nantinya kepleset.” Umi mendekap dan membopong Ananda.
Tak lama kemudian Abi mengambil alih. Abi langsung menciumi dan menggendong Ananda masuk kamar. Abi pun segera memilih baju dan menyisiri rambut Ananda hingga rapih dan wangi. Umi mempersiapkan sandal dan sajadah buat Abi ke masjid.
“ALLAHU AKBAR.. ALLAHU AKBAR…” di masjid yang tak jauh dari rumah Ananda, suara adzan sudah terdengar.
Farhan, Dika, Ipul, dan Ahmad satu persatu bergantian memanggil Ananda saat melintasi rumah Ananda. Mereka ditemani Abinya masing-masing. Ikhwan cilik, Ananda panik saat itu. Benar-benar panik! Ananda takut ketinggalan temen-temen shalat berjamaah. Ananda pun langsung mengajak Abi ke masjid. Abi pun heran.
Kata Abi sambil meledek, “bener nih, jagoan Abi udah berani sholat di masjid? Biasanya shalatnya sama Umi di rumah.” Abi tersenyum. Matanya melirik Umi yang juga tersenyum.
Ananda menjawab, “berani! Kan banyak temannya, Bi..”
Abi dan Umi tertawa.
Lalu Abi menggandeng tangan Ananda. Umi melambaikan tangan di depan pintu. Sepanjang jalan Ananda menarik-narik tangan Abi. Ananda ingin menyusul teman-teman. Abi pun jadi berlari-lari kecil.

***

Sampailah Ananda di Masjid Al-Qomaroh, Griya Sembahyang Raya.
Alhamdulillah Ananda masih keburu berjamaah, Ikhwan Cilik. Banyak sekali orang di masjid maghrib ini. Iqomat sudah dikumandangkan. Orang-orang pun siap berbaris. Seperti halnya Farhan, Dika, Ipul dan Ahmad yang dekat dengan Abi mereka, saat shalat berlangsung, Ananda juga nggak mau jauh-jauh dari Abi. Makanya, Ananda berada di sebelah kanan Abi. Ananda mengikuti segala gerakan Abi. Hal yang paling Ananda sukai saat berjamaah di masjid, adalah suara temen-teman Ananda yang saling teriak kencang saat imam masjid di depan kami selesai membaca surat Al-Fatihah. Orang-orang serempak mengucap, “AAAMMIIINNN…” Ananda mendengar suara Farhan terdengar kencang, diikuti Ipul, Ahmad, dan Dika. Ananda pun tak mau kalah. Ananda juga berteriak keras. Seneng sekali rasanya..
Ikhwan cilik, shalat sebentar lagi selesai. Ananda sebenarnya sejak tadi sering tengok kiri kanan. Meski Abi sebelum shalat bilang tidak boleh tengak-tengok, Ananda tetep nggak bisa, lho. Soalnya, pas setiap kali Abi sedang membaca tahiyyat dan Abi mengacungkan jari telunjuk sambil digerak-gerakkan naik turun, Ananda jadi bingung. Soalnya bapak-bapak di sebelah kanan Ananda hanya mengacungkan saja, tanpa menggerakkannya. Kok beda, sih? Ananda jadi bingung, Ihwan cilik. Benar-benar bingung sekali. Saking herannya, saat Abi membaca Tahiyyat Akhir, Ananda tiba-tiba langsung berdiri dan mengamati telunjuk para jamaah. Ananda tengok kiri kanan. Juga tengok depan belakang. Benar saja. Telunjuk-telunjuk itu ada yang bergerak-gerak ada juga yang tidak. Selanjutnya Ananda lihat Farhan melambai dan berteriak. Dia memberi isyarat agar Ananda duduk lagi.
“Nanda! Duduk! Jangan berdiri!” teriak Farhan. “Bisa-bisa shalat kamu batal lho! Ayo duduk lagi!”
Ipul pun yang sejak tadi hanya memperhatikan ikut bicara. “Iya, Nanda.. Nanti nggak dapet pahala dari Allah, lho..”
Dika pun akhirnya ngomong juga. “Iya, Nanda. Sayang kan kalau pahalanya hilang..”
Ananda masih diam. Lalu tersenyum.
Ahmad pun bicara. “Hei temen-temen! Kata Abi Ahmad juga, kalau orang shalat itu dilarang ngomong. Nanti batal!”
Akhirnya Nanda pun menjawab. ”Temen-teman! Lihat! Jari telunjuk Abi temen-teman pada bergoyang-goyang, nggak?”
Dan seketika kami pun berdiri. Tengok kanan-kiri. Sebelum kami menjawab, kami sudah ditarik Abi masing-masing ke pangkuan.
Abi Ananda berkata. “Sttt… Ananda nggak boleh berisik di masjid. Entar orang-orang keganggu shalatnya.” Ananda lihat Abi senyam-senyum dengan bapak-bapak lainnya di sebelah yang juga ikut tersenyum.
Ananda berbisik di telinga Abi. “Tapi, Bi.. kok orang-orang shalatnya nggak sama seperti Abi?”
Abi juga berbisik. “Sama, sayang. Nanti Abi jelasin di rumah, ya..”
Sebelum pulang ke rumah, Ananda dan temen-temen yang juga didampingi Abi masing-masing saling menyalahkan di jalan. Kata Farhan, Ipul, dan Dika, mengatakan ini semua gara-gara Ananda yang memulai. Mereka jadi nggak dapet pahala.
Ananda membela diri, karena Ananda tidak berbicara. Ananda cuma berdiri doang, kok. Cuma mau melihat telunjuk saja. Udah.
Sementara Ahmad menyombongkan diri. “Jadi cuma Ahmad yang dapet pahala, dong! Kan Ahmad ngasih nasehat ya, Bi?”
Abi Ahmad, Abi Farhan, Abi Ipul, Abi Dika, dan Abi Nanda tersenyum geli. “Semuanya nggak ada yang salah. Insya allah Ananda, Farhan, Dika, Ipul, dan Ahmad semuanya mendapat pahala karena masih kecil dan lagi belajar.” Kata Abi Farhan.
Mendengar itu, kami pun berteriak. “HOREE!!!”
Kami pun berlari saling mendahului, meninggalkan Abi masing-masing.

***
Ikhwan Cilik, Ananda masih penasaran, lho soal telunjuk tadi. Shalatnya sama, tapi kenapa telunjuk beda-beda? Ada yang gerak, ada yang diem aja.
Ananda pun langsung menagih jawabannya pada Abi. Abi ke mana, ya? Oh itu! Ternyata Abi ada di ruang perpustakaan keluarga sedang memilih-milih buku untuk dibaca sebelum tidur. Biasanya, Abi memilih buku-buku dongeng Nabi atau cerita anak shalih buat dibaca sebelum Ananda tidur.
Ananda menghampiri dan berkata, ”Abi, katanya Abi mau menjelaskan soal telunjuk shalat maghrib tadi? Dongeng sebelum tidurnya diganti cerita tentang telunjuk aja, ya? Sekarang.. Mumpung Abinya belum ngantuk.”
Abi menoleh dan tersenyum. Setelah mengambil sebuah buku, Abi kemudian mengajak Ananda duduk di pangkuannya. Abi pun membuka buku yang ada di tangannya dan hendak memulai penjelasannya. Tapi Ananda penasaran buku apa yang Abi baca? Ananda pun meminta Abi menunjukan halaman depan buku itu. Ananda perlahan mengejanya. ” S-siiffaaat... S-sshalaaatt.. N-nabiiiiiii..SIFAT SHALAT NABI!”
Abi menciumi pipi Ananda dan berkata, ”Pinteeerrr anak, Abi. Ya sudah, Abi mulai ya penjelasannya...”
Abi pun membuka halaman buku dan membacanya. “Ananda... Buku ini ditulis oleh Ulama Ahli Hadits bernama Muhammad Nashiruddin Al-Bani. Menurut Syekh Al-Bani, ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Imam Muslim, dan Imam Ahmad yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berkata. ’Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.’ Nah... karena Nabi juga menggerak-gerakkan jarinya saat shalat, maka Abi juga mengikuti ajaran Rasulullah. Kalau Abi nggak nurut, itu namanya Abi nggak sayang sama Rasulullah Muhammad SAW. Entar Nabinya sedih. Nanda sayang Nabi kan..?”
Ananda mengangguk. ”Sayang, doong.. Tapi Abi, kenapa harus digerak-gerakkin? Kan Abinya temen-temen Ananda telunjuknya diem aja, Bi..?”
Abi menjelaskan lagi dan membaca buku. ”Ini.. kita baca sama-sama, ya.. Karena, menggerak-gerakkan jari telunjuk lebih keras dirasakan syetan dibandingkan pukulan besi. Kalau yang tidak menggerak-gerakkan jarinya itu, mungkin belum baca buku ini. Makanya tidak, tahu.. Nah, Nanda benci nggak sama setan? Kalau benci jarinya harus digerak-gerakkin saat shalat supaya setan lari terbirit-birit karena kesakitan..”
”Oo gitu. Setannya kayak dipentungin gitu ya, Bi?” tanya Ananda.
”Ya, betul sekali sayang,” kata Abi sambil menutup buku.
Tak lama Umi datang dan langsung membopong Ananda masuk ke kamar. Ananda harus segera tidur, karena besok harus sekolah. Selamat tidur, ya..

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar