Senin, 28 September 2009

DONGENG#5: TANGIS GARA-GARA ARAB


Ikhwan cilik, Ananda bener-bener tidak mau ke sekolah lagi. Ananda juga tiak mau shalat di masjid lagi. Ananda takut kalau Ahmad menceritakan kejadian pipis subuh itu kepada Farhan, Dika, dan Ipul. Ananda takut kalau berita itu menyebar, Ananda bakal diledekin lagi. Udahmah Ananda kentut di masjid beberapa hari lalu, eh ditambah pipis di masjid juga. Apa kata temen-temen nanti di sekolah? Pokoknya Ananda nggak mau sekolah! Titik.

Hari sudah malam. Abi belum pulang. Abi sedang ikut pengajian di masjid. Sementara Umi membujuk Ananda sekolah besok. Soalnya temen-temen di kelas Ananda mau nengok Abinya Farhan yang lagi sakit.

Kata Umi, “masak Ananda yang teman akrab Farhan nggak ikut..”
“Kan kamarin-kemarin udah sama Abi, Umi…” jawab Ananda.
“Iyaa.. tapi ini kan sama temen-temen sekolah. Beda lagi, kan? Terus kalau Ananda tidak ikut nengok, entar Ananda disebut anak yang tidak setia kawan. Farhan kan sedang sedih gara-gara Abinya sakit. Nanda juga kalau Abi sakit sedih juga kan?” kata Umi lagi.
“Iya.. Tapi Umi.. Farhan nggak sedih. Kemarin dia seneng-seneng aja kok. Farhan malah main PS dan pamer sama Ananda, Mi..” jawab Ananda lagi.

Umi terus membujuk Ananda. “Iya… itu kemarin, sayang. Kata Abi, Abinya Farhan sakit keras lagi. Jadi Farhannya sekarang sedih..”
Ananda mengangguk-angguk. “Ooo gitu ya, Mi.. Iya deh, Ananda sekolah!”

Umi tersenyum. Lalu Umi menceritakan soal pipis. Kata Umi, pipis itu nikmat dari Allah. Jadi bersyukur kalau Ananda masih bisa diberi pipis sama Allah. Soalnya, kalau orang nggak bisa pipis pasti dibawa ke rumah sakit, dan biaya berobatnya mahal. Mending uangnya buat beli sandal baru atau apa saja yang bermanfaat. Tuh, lihat Abinya Farhan. Abinya Farhan sakit kencing manis. Tapi bukan karena banyak makan gula, lho.. tapi makannya yang tidak terkontrol dan jarang olahraga. Jadi deh, kadar gula dalam tubuh Abinya Farhan berlebihan dan jadi penyakit. Kata Umi, makanya Nabi menganjurkan agar kita selalu sederhana dalam hal apa saja. Sederhana makannya. Jangan terlalu kekenyangan. Jangan banyak tidur. Jangan banyak main. Bukan sekolah saja yang ada istirahatnya. Tubuh juga harus istirahat. Kata Umi, “nah.. sekarang, Nanda istirahat dan tidur, ya..”

Umi mengantarkan Ananda ke kamar. Ananda pun tidur lebih dulu.

***

Pagi sudah tiba. Ananda siap berangkat ke sekolah. Ananda dikasih uang jajan lebih sama Umi. Tapi kata Umi, sebagian uang itu harus disumbangin buat beli buah-buahan sebelum nengok Abinya Farhan.

Ananda pun berangkat ke sekolah bareng Umi. Di perjalanan, banyak temen-temen yang menyapa Ananda dan Umi. Sampailah Ananda di sekolah. Para guru bertanya kabar Ananda. Temen-temen juga. Semuanya tidak ada yang mengungkit-ungkit soal kentut dan pipis Ananda di masjid. Ikhwan cilik, seneng rasanya.

“Nanda! Ananda, tunggu!” ada orang memanggil Ananda. Ananda menoleh. Ternyata Ipul. Ipul turun dari motor. Tapi Ipul bersama siapa itu?

Ipul dianterin sama orang bertubuh besar, jenggot dan cambangnya lebat, hidungnya juga mancung, dan orang itu kepalanya sedikit goyang-goyang saat bicara sama Ipul. Ananda lihat Ipul mencium tangan orang itu.

“Pul, tadi itu siapa?” kata Ananda.
“Itu temen kuliahnya Abi di Mesir, Arab. Namanya Syekh Amir. Dia mau tinggal di rumah Ipul beberapa hari ini. Abi sama Syekh Amir dulunya temen akrab. Kayak Ipul, Ananda, Farhan, Dika, dan Ahmad. Syekh Amir kangen sama Abi,” jawab Ipul.
“Orang Arab badanya gede-gede, ya.. Ananda jadi takut,” ucap Ananda.
“Kenapa harus takut? Syekh Amir baik dan suka becanda kok..” jawab Ipul.

Akhirnya kami masuk kelas. Ibu guru mengumumkan kalau hari ini kelas satu akan berangkat menengok Abinya Farhan yang sedang sakit. Oh, iya.. Farhan ternyata belum masuk sekolah. Kasihan Farhan, ya..

Kata Ibu guru, “Anak-anak.. hari ini kita akan menengok Papahnya Farhan. Supaya Farhan dan Papahnya seneng, kita sumbangan dulu yuk buat beli oleh-oleh.. Hayoo siapa yang mau nyumbang!?” teriak Ibu guru.
“Saya.. saya… saya..” jawab para siswa.

Akhirnya semua menyumbangkan sebagian uang jajannya. Termasuk Ananda. Hasilnya lumayan banyak, lho. Soalnya ternyata temen-temen di kelas dikasih uang jajan lebih hari ini. Sebagian uang itu untuk disumbangkan buat Abinya Farhan.

Setelah uang terkumpul kami pun siap berangkat. Umi dan Ibu guru juga sudah datang dari toko buah-buahan. Kami berangkat menuju rumah Farhan berjalan kaki. Soalnya hari masih pagi. Hitung-hitung olah raga.

***

Ikhwan cilik, betapa senengnya Farhan saat kami datang ke rumahnya. Selain sibuk menyantap makanan yang Ananda dan temen-temen bawa, Farhan juga sibuk mengeluarkan semua boks berisi mainannya. Farhan pamer lagi. Farhan menyombongkan diri sama temen-temen. Itu kan nggak baik, ya Ikhwan Cilik? Kasihan yang enggak punya..

Akhirnya, kami selesai menjenguk Abinya Farhan. Ananda dan temen-temen bersiap-siap pulang. Tapi Ikhwan Cilik, Farhan ngambek dan nggak mau ditingal sama temen-temen. Umi dan Ibu Guru membujuk agar Farhan masuk sekolah saja hari itu. Berangkatnya bareng sama temen-temen. Akhirnya Farhan masuk sekolah lagi.

Ternyata Ahmad tidak cerita ke siapa pun soal Ananda pipis di masjid. Buktinya, hingga pulang sekolah tak ada yang tahu soal itu. Bahkan Farhan, Ipul, Dika, dan Ahmad kembali mengajak shalat di masjid lagi dzuhur hari ini. Melihat temen-temen pada semangat gitu, Ananda pun ikut semanget.

Kata Farhan, “Tapi kita jangan dianterin lagi. Pakai sepeda ajah.. oke?”
“Oke,” jawab Ananda.
“Siap,” jawab Ipul.
“Siapa takut!” jawab Ahmad.
Semuanya menjawab. Cuma Dika yang tidak. Dika tiba-tiba murung.
“Dika gimana?” Tanya Ananda.
“Iya.. Dika. Gimana bisa kan?”
“Maaf temen-temen, sepeda Dika lagi rusak. Rantenya putus!” jawab Dika.

Ananda mengangguk-angguk. Kasihan Dika. Eh, ikhwan cilik, maaf Ananda baru cerita kalau Dika itu nggak punya Abi. Abinya meninggal saat Dika masih kecil. Dika tinggal sama Uminya dan Abangnya. Di antara kami, Dika lebih pendiam dan suka minder. Makanya Ananda tahu kalau Dika ngeledekin, pasti itu hanya ikut-ikutan Farhan. Dika anaknya baik, kok.

“Ya sudah, nggak apa-apa. Dika kan rumahnya nggak jauh dari Ananda. Jadi Ananda jemput, deh! Gimana temen-temen?” kata Ananda.
Farhan mengangguk-angguk. “Oke,” katanya.
“Ide bagus!” kata Ipul.
“Sepakat!” jawab Ahmad.

Lalu kami pun pulang. Farhan dijemput, Ipul dijemput orang Arab lagi, Ahmad dijemput Uminya. Sementara Dika masih menunggu Abangnya.

“Umi.. Dika boleh ya numpang bareng di motor Umi?” Tanya Ananda pada Umi. Umi sedang membereskan meja kerjanya. Lalu keluar.
“Iya, boleh dong.. Emang Dika kenapa, sayang? Nggak dijemput?” Tanya Umi sambil memarkir motornya.
“Iya.. Umi. Abangnya belum dateng juga,” jawabku.
“Dikanya mana?” Tanya Umi.
“Itu di depan!” jawab Ananda sambil menunjuk.

Akhirnya Dika pulang bareng sama Ananda. Sesampainya di rumah, Dika langsung tersenyum dan melambaikan tangan pada Ananda. Wah, rasanya seneng sekali bisa melihat Dika tersenyum lagi.

***
“ALLAHU AKBAR.. ALLAHU AKBAR…” Adzan dzuhur berkumandang lagi. Farhan, Ipul, dan Ahmad yang sudah siap dengan sepedanya masing-masing memanggil-manggil Ananda di luar rumah. Ananda pun segera keluar. Tak lupa mengeluarkan sepeda. Kami pun siap berangkat ke masjid sambil lewat menjemput Dika. Akhirnya kami semua siap shalat dzuhur lagi.
Ikhwan kecil, lagi-lagi kami sepakat tidak boleh ada ngomong kalau lagi shalat. Kalau mau kentut atau pipis mending keluar masjid aja. Juga nggak boleh tengak-tengok. Pokoknya kami berjanji tidak akan membuat keributan lagi di masjid dan harus belajar shalat dengan khusyuk.

Kata Ahmad, “kalau kita berisik terus, nanti kita nggak boleh lagi shalat di masjid, lho sama bapak imam sholatnya..”

Sesampainya di masjid, kami langsung berwudhu. Satu persatu kami selesai. Tetap saja, namanya juga anak-anak kali ya, kami sesekali bercanda. Kami saling bermain air wudhu. Meski sebagian baju kami basah, kami tetap senang. Tapi seketika kami terdiam, saat bapak imam shalat melihat kami. Ia hanya memberi isyarat agar tidak boleh main air dan jangan berisik. Hanya itu, kok. Akhirnya, kami masuk ke dalam masjid. Kami siap shalat. Hampir saja ketinggalan. Saking asyiknya main air, kami tidak mendengar suara Iqomat pertanda shalat dimulai.

Seperti biasa Ananda berada paling ujung barisan sebelah kanan. Di samping kanana Ananda kosong. Belum ada yang mengisi. Biasanya, kalau ada jamaah yang telat, tempat itu akan diisi. Jadi Ananda akan berada di tengah-tengah. Beberapa rakaat sudah dilewati, belum ada juga orang bergabung dalam shalat dzuhur berjamaah itu.

Barulah di rakaat terakhir, Ananda mendengar ada orang berlari. Suaranya terdengar jelas. Mungkin orang itu takut terlambat. Soalnya ini kan rakaat terakhir. Dalam hati, Ananda berteriak. “Ayo, pak! Cepetan masuk barisan! Sebentarlagi Bapak Imam mau Ruku.”

Tak lama kemudian, orang itu sudah berada di sebelah kanan Ananda. Ananda tidak boleh menoleh. Itu kesepakatan tadi, kan? Tapi perlahan Ananda melirik. Astaga! Ikhawan Cilik, ternyata orang itu adalah Syekh Amir. Ia tinggi sekali. Badannya juga besar. Dan tiba-tiba saja Ananda menjerit sekencang-kencangnya saat kaki Syekh Amir yang juga berukuran besar-besar itu menginjak jari manis kaki Ananda. Rasanya sakit sekali, Ikhwan cilik.

Makanya Ananda langsung menjerit! “ABII!!! UMI!!! SAKIIIIIITTT!!!”

Ananda pun langsung duduk sendiri dan menangis. Ananda mengusap-usap jari kaki yang sakit karena terinjak orang Arab itu.

“Ananda kenapa nangis?” Tanya Dika.
“Kaki Ananda sakit!” jawab Ananda.
“Sakit kenapa?” Tanya Dika lagi.
Belum sempat Ananda menjawab, Ahmad memberi isyarat. “Nanda.. Dika Sstt.. jangan berisik.. entar diomelin, lho,” suaranya terdengar pelan.
“Iya, nih. Gimana sih.. Nanda! Dika! Kan kita udah janji nggak bakalan ribut lagi di masjid?” kata Farhan nampak kesal.
Ipul pun tiba-tiba bicara, “Farhan kamu juga diem, jangan ngomong. Entar aja ya ngomongnya. Kalau sudah beres shalat. Sebentar lagi beres, kok!”

Sungguh Ananda tambah kesal. Udah mah kaki sakit, eh malah diomelin temen-temen. Bukannya pada nolongin..

Akhirnya shalat selesai. Ananda terpaksa keluar masjid lebih dulu. Kemudian disusul oleh Dika. Lalu Farhan, Ipul, dan Ahmad. Semuanya bertanya kenapa Ananda sampai menangis kencang kayak tadi.

“Ananda kamu kenapa?” Tanya Dika.
“Ananda.. Ananda.. diinjak orang Arab itu! Teman Abinya Ipul!” jawab Ananda sambil menunjuk ke dalam masjid.
Tiba-tiba Ipul tertawa. “Oh.. keinjek kaki raksasanya Syekh Amir. Pantes aja Ananda nangis! Jari kakinya kan sangat besar-besar!”

Ananda kan jadi jengkel. Sementara Farhan langsung mengajak pulang. Ternyata dia ketakutan melihat Syekh Amir yang wajahnya berewokan dan tinggi besar itu. Kata Farhan. “Ayo kita pulang saja. Farhan takut, nih!”

“Ananda pulangnya gimana? Ananda kan kakinya sakit?” Tanya Dika.
“Udah gini, aja. Tadi kan Ananda yang goes sepedanya. Sekarang Dika yang goes. Ananda dibonceng sama Dika lalu anterin ke rumah, ya..” jawab Ahmad.

Sementara itu Ipul yang melihat Syekh Amir beres sholat, segera memanggilnya. “Syekh Amir, ke sini!”
“Sebentar, ya Saiful!” jawab Syekh Amir. Ternyata ia bisa bahasa Indonesia. Ia juga menyebut nama asli Ipul.

Tak lama kemudian, Syekh Amir bangkit dan menghampiri kami. Tiba-tiba saja Farhan langsung kabur dan menggoes sepedanya sekencang mungkin. Jujur lho, sebenarnya Ananda juga takut. Tapi Ananda mau gimana lagi. Kaki Ananda sakit dan males untuk jalan. Akhirnya setelah Syekh Amir minta maaf pada Ananda kerena tidak sengaja menginjak kaki Ananda, Syekh Amir pun mau mengantarkan Ananda hingga ke rumah. Meski ragu, Ananda mau juga naik dipunggungnya. Wah, rasanya takut.. tapi ada senengnya juga sih. Soalnya sepanjang perjalanan menuju rumah Ananda, orang-orang tersenyum pada Ananda.

Sementara itu di belakang Ananda, Dika, Ahmad, dan Ipul, mengiringi Ananda sambil bernyanyi. Pokoknya hari itu ramai sekali. Ananda jadi seneng sholat di masjid. Dan mulai saat ini, Ananda nggak bakalan males-malesan atau takut shalat di masjid. Kata Syekh Amir, berbuat salah juga nggak apa-apa! Yang penting kita masih mau belajar sholat dan membiasakan diri sholat di masjid meski pun telat. Syekh Amir kan tadi telat, tapi ia tetap saja berangkat ke masjid. Iya, kan Ikhwan cilik?

Jadi, ikhwan cilik, meski salah tetap sholat, ya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar