Senin, 28 September 2009

DONGENG#2: AMIN NIH, YEEEE...


Ikhwan Cilik, sejak ribut gara-gara telunjuk dulu, Ananda sekarang sudah mulai ketagihan shalat berjamaah di masjid. Rasanya gimanaaaaaaa gitu, bisa shalat di masjid. Apalagi shalat berjamaah maghrib. Wuih… selain suasana masjidnya yang memang adem dan wangi, jamaahnya juga selalu penuh. Jadi suara AMIN-nya juga bisa lebih rame dan menggema. Ananda seneng banget, tau! Selain itu, Ananda juga bisa ketemu dan becanda dengan teman-teman Ananda. Nggak seperti shalat berjamaah Dzuhur, Ashar, Isya, apalagi Subuh yang biasanya sepi, shalat maghrib itu selalu ramai, kata Abi. Maklumlah, mungkin karena para Abi di sini pada sibuk kerja dan sholatnya di kantor masing-masing. Kata umi, Abi Ananda juga kayak gitu, lho. Paling kalau hari libur dan sudah pulang mengajar, Abinya Ananda lima waktu penuh shalatnya ke masjid terus. Kata Abi, Nabi Ananda, Muhammad Rasulullah pernah berkata. “Kalau kita semua tahu aja besarnya pahala shalat berjamaah di masjid, Abi yakin orang-orang akan balapan berangkat ke masjid, meski jalannya sambil merangkak.” Jadi kata Abi dan Umi, mumpung badan Ananda lagi sehat dan segar bugar, maka Ananda tidak boleh males lagi shalat di masjid.
Hari ini matahari sudah terasa semakin panas. Satu jam lagi adzan dzuhur terdengar. Ananda baru saja pulang sekolah bareng Umi. Meski naik motor Umi, tetep saja badan Ananda terasa capek dan perut ini lapar. Saat Umi membuka pintu yang terkunci, Abi nelpon ke hape Umi. Kata Umi, Abi menyuruh Ananda shalat Dzuhur di masjid. Jujur, Ananda males. Apalagi nggak ada temen-temen.
“Gimana, Sayang? Berani ke masjid sendirian?” Tanya Umi sambil masuk ke dalam rumah. Sementara Ananda masih duduk-duduk di teras depan rumah sambil membuka sepatu, dan segera meletakkannya di rak sepatu dekat pintu.
“Mmm.. males, ah! Capek dan laper, Umi. Terus nggak ada temennya lagi..” sahut Ananda. Setelah membuka baju seragam, Ananda merebahkan diri di sofa. Empuk, ikhwan cilik. Apalagi Umi langsung menyalakan kipas angin ke arah Ananda. Rasanya… suejjuuuk.
Saat Umi sibuk di dapur, mata Ananda jadi ngantuk. Tapi langsung bangkit lagi, saat suara piring beradu terdengar di meja makan. Ananda laper, Ikhwan Cilik. Setelah Umi memanggil, Ananda pun langsung duduk makan siang bareng Umi. Eh, ikhwan cilik, sekedar info. Selain cantik, cerdas, dan baik hati, Umi Ananda juga jago masak, lho. Semua rasa masakan hasil Umi, wuih rasanya lezzaaaaaaarrtt… alias mak nyuuusss..
Saat Ananda masih lahap makan, Umi terlebih dahulu selesai. Umi bangkit setelah mencicipi hidangan cuci mulut berupa buah pisang. Ananda lihat Umi menuju tempat diletakannya telepon rumah. Umi hendak menelpon seseorang. Sementara Ananda tetap lahap makan.
Tak lama kemudian, terdengarlah suara shalawat sebelum adzan Dzuhur menggema. Umi menyarankan agar Ananda cepat menyelesaikan makan dan mandi. Biasanya, Umi mengajak Ananda shalat berjamaah di rumah. Setelah itu Ananda diperbolehkan apa saja. Mau main ke rumah temen-temen silahkan, mau tidur juga tidak dilarang.
Ananda pun mengakhiri makan, dan siap mandi.
Umi kembali menggoda dan bertanya pada Ananda. “Bener nih, Ananda nggak mau shalat Dzuhur di masjid? Deket lho sayang. Atau mau Umi yang nganterin pake motor lagi? Umi siap, kok!”
Ikhwan cilik, saat itu Ananda hanya senyam-senyum. Malesnya jadi ganti alasan, lho. Kalau tadi malesnya gara-gara capek dan laper pulang sekolah, sekarang gara-gara makan terlalu banyak. Karena kekenyangan, jadinya Ananda males jalan. Bahkan, mata Ananda pengen tidur aja. Beruntung Umi langsung menyuruh mandi. Hingga akhirnya mata Ananda seger lagi, lho.
Ikhwan cilik, betapa kagetnya Ananda sesaat keluar dari kamar mandi! Suara motor Umi sudah terdengar lagi. Padahal Umi jarang lho bepergian kalau sehabis ngajar. Paling juga bikin kerajinan tangan tas Al-Qur’an, baca Al-Qur’an dan buku, juga menyiram bunga di sore hari. Tapi hari ini Umi mau ke mana lagi, ya?
Ananda yang masih mengenakan handuk menghampiri, takut kalau Umi mau pergi lama. Ananda mau ikut aja! Soalnya di rumah kan sepi kalau nggak ada Umi dan Abi..
“Umi mau ke mana emang?” Tanya Ananda.
Umi tersenyum dan menjawab, “nggak ke mana-mana, kok.”
“Kok Umi nyalain motor?” Ananda penasaran.
“Emangnya kenapa kalau Umi nyalain motor?” Umi balik nanya sama Ananda. Namun Umi tetap saja sambil tersenyum. “Mau ikut?” Tanya Umi lagi pada Ananda.
Ananda diam. Lalu bertanya lagi. “Emang Umi mau ke mana sih?”
Umi tak menjawab. Ia sudah mengeluarkan motornya.
“ALLAHU AKBAR.. ALLAHU AKBAR…” suara adzan Dzuhur sudah berkumandang lagi. Bahkan suaranya ramai sekali. Di mana-mana terdengar suara adzan. Sampai-sampai Ananda memperhatikan arah suara adzan di masjid itu serius sekali.
Umi berteriak pada Ananda. “Nanda sayang, lihat siapa ini!”
Ananda langsung menoleh ke suara ibu. Itu kan Uminya Farhan! Kok Farhan juga ikut dibonceng? Mau ke mana mereka? Ananda bingung.
Farhan berteriak memanggil Ananda. “Nanda! Ayo cepet pake baju! Kita sholat di masjid, yuk! Farhan dianter Mamah, lho…” Uminya Farhan saling tersenyum dengan Umi Ananda.
Umi kembali bertanya. “Sayang, mau ikut nggak? Umi siap jadi ojek buat nganter Ananda ke masjid. Gratis kok, sayang!”
Farhan juga kembali berteriak. “Iya, Nanda. Ipul, Dika, dan Ahmad sebentar lagi nyusul dianter Mamah mereka!”
Oya? Ananda jadi semangat. Ananda pun meminta agar Umi menunggu. “Umi! Tunggu sebentar, Nanda mau pake baju dulu! Sebantaaar aja…”
Ananda langsung memakai baju piyama dan celana panjang. Tak lupa juga Ananda mengenakan peci. Ikhwan kecil, benar saja. Ternyata di luar sudah ada banyak motor. Selain Uminya Farhan, ada juga Uminya Ipul, Uminya Dika, dan Uminya Ahmad! Wah, kayaknya shalat Dzuhur kali ini jadi ramai. Bahkan nantinya akan mirip balapan motor.
Ananda pun langsung naik motor Umi. Dan kami melaju beriringan. Sesekali Farhan meledek kami, karena dia berada di depan. Sementara kami ada di belakang. Ananda kesal karena diledek.
Karena masih banyak suara adzan, Ananda pun berteriak pada Umi. “Umii!! Ngebut dong! Ayo balap Uminya Farhan!” sambil tertawa Umi pun membalap motor Umi Farhan dan yang lainnya. Umi Farhan pun tersenyum dan tidak mau kalah. Kami pun bersamaan nyampe di masjid.
Lagi-lagi, Farhan yang mengaku menang balapan. Ananda juga tidak mau kalah, dong! Soalnya kita semua emang nyampe masjidnya bareng.
Akhirnya, Umi Ananda melerai. “Semuanya tidak ada yang kalah. Semuanya menang karena sudah sampai masjid. Yang kalah adalah mereka yang nggak sholat, sayang…”
Adzan masih terdengar di masjid. “HAYYA ‘ALAL FALAAAAAAHH..”
Umi Ananda bertanya pada kami. “Hayyoo… siapa yang tahu arti Hayya ‘Alal Falah?” Kami pun sama-sama mengacung dan serempak menjawab. “MARILAH MENGGAPAI KEMENANGAN!” teriak kami.
Umi Ananda kembali berkata. “Ya sudah, cepatlah raih kemenangan itu. Sekarang juga ambil wudhu dan langsung shalat. Hati-hati dan jangan becanda, entar kepeleset!”
Kami pun segera menghambur menuju tempat wudhu. Kami siap shalat Dzuhur berjamaah hari ini. Terimakasih Umi, telah rela jadi ojek…

***
Ananda sudah masuk barisan shalat. Imam shalat kali ini adalah Om Rabin, pamannya Ahmad. Om Rabin meminta kepada beberapa gelintir jamaah agar merapihkan barisan. Om Rabin bilang, “Rapihkan dan luruskan barisan, karena merapihkan barisan sebagian dari kesempurnaan shalat.” Om Rabin memandangi kami, bocah-bocah yang dulu geger di masjid gara-gara soal telunjuk. Ia tersenyum dan memberi isyarat agar jangan berisik. Ananda berada di barisan paling ujung. Sebelah kiri Ananda ada Ahmad dan yang lainnya. Sementara di sebelah kanan Ananda kosong, belum ada yang mengisi.
Ananda pun langsung niat, lalu takbir, seperti yang diajarkan Abi. Sementara Farhan masih sibuk membaca niat dan mulutnya menghafal ushali. Kata Abi, niat cukup di hati saja supaya mudah. Tapi kalau mau baca usholi juga nggak apa-apa. Dan kami pun khusyuk shalat.
Ikhwan cilik, sekalian. Ada yang aneh dalam shalat dzuhur, lho. Kali ini imamnya tidak membaca Al-Fatihah secara keras, sehingga tak ada orang mengucap AMIN bareng-bareng. Satu raka’at… dua raka’at.. tiga rakaat.. tetap saja tidak ada yang berteriak AMIN.
Saat raka’at terakhir, ada orang yang mengisi barisan di sebelah kanan Ananda. Karena penasaran, Ananda menengok. Ternyata orang itu tidak Ananda kenal. Mungkin sekedar mampir untuk shalat di masjid komplek ini. Atau juga warga baru di Griya Sembahyang Raya ini. Ups! Astagfirullah, Ananda baru Ingat dengan pesan Abi. “Ananda…kalau lagi shalat tidak boleh tengak-tengok.” Ananda akhirnya kembali serius meneruskan shalat kembali.
Berbeda dengan yang lainnya, bacaan fatihah orang ini sedikit keras. Sehingga Ananda dengan jelas mendengarnya. Entah kenapa, saat orang itu selesai membaca Al-Fatihah, saking senengnya sama AMIN, tiba-tiba Ananda berteriak sendiri. “AAAAMIIIINNN…”
Setelah sadar, Ananda malu karena cuma teriak sendirian. Tak lama, Farhan, Ipul, Dika, dan Ahmad tertawa. Awalnya pelan, lama-lama terbahak-bahak. Teman-teman Ananda tertawa keras. “WUAHA! HA!”
Ada juga orang gede yang senyum, lho.

***
Shalat beres, kami siap pulang. Aduh malunya! Temen-temen meledek Ananda saat keluar masjid. Mereka menirukan suara Ananda saat teriak AMIN. Ananda kesel, tau! Ananda ingin marah. Saking malunya, badan Ananda berkeringat. Apalagi cuaca hari ini panas banget! Uh, Farhan dan temen-teman jahat. Tapi kata Umi, Ananda harus sabar.
Ananda malas pulang bareng sama temen-temen, abis masih mengejek terus. Melihat Ananda cemberut, Ahmad minta maaf. “Eh, Nanda maafin Ahmad, ya… kita pulang, yuk!”
Setelah Ahmad minta maaf, Farhan dan yang lainnya pun minta maaf. Tapi Ananda masih kesal! Soalnya kayaknya mereka cuma minta maaf bohongan. Buktinya mereka masih cekikikan saat keluar halaman masjid.
Saat itu, Ananda melihat Umi dan Umi temen-temen di kejauhan menaiki motor. Mereka mau ke sini! Mereka mau menjemput! Alhamdulillah, jadi Ananda tidak kepanasan dan diledekin terus. Tapi kenapa para Umi itu kompak, ya? Ananda bertanya pada Ahmad, “Umi kita kok kompak, ya?”
Ahmad menjawab. “Kan Umi Ahmad dan temen-teman ditelponin sama Umi Nanda tadi sepulang sekolah agar mengantar kita ke masjid..”
Oh, jadi ini ide Umi. Terimakasih Umi, atas idenya.
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar